*************gambar ilustrasi koran SI***************
SURABAYA -Aktivis perempuan menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal uji materi UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan masih 'mandul'. Pasalnya, belum ada peraturan pemerintah (PP) yang akan digunakan sebagai rujukan teknis di lapangan. Akibatnya saat ini Pengadilan Agama (PA) masih kesulitan mengimplementasikan putusan MK tersebut.
Menurut Direktur Program Women Crisis Center (WCC) Palupi Pusporini, keputusan MK ini perlu ditindaklanjuti dengan PP. Sementara Uji materi di MK hanya memyangkut persoalan waris dan bukan persoalan perwalian.
"Saat ini masing setengah-setengah. Impelemtasi didaerah masih menggunakan UU yang lama. Jadi tidak ada artinya jika tidak di tindaklanjuti dengan PP," kata Palupi ketika berbincang-bincang dengan okezone, Senin (12/3/2012).
Aktivis yang tinggal di Jombang, Jawa Timur ini menyebut, persoalan anak hasil perkawinan siri ini sangat kompleks. Tidak hanya menyangkut persoalan waris saja melainkan hak perwalian anak, status hukum serta bagaimana teknis untuk mendapatkan pengakuan anak dari hasil nikah siri ini dari garis sang ayah.
"PP itu juga harus menyangkut persoalan legal formal serta menyangkut tes DNA," kata perempuan berjilbab ini. Meski undang-undang tersebut telah diuji materi di MK namun tindak lanjutnya belum ada. Ia mencontohkan, WCC pernah menerima pengaduan dari seorang wanita yang hamil karena nikah siri. Sang wanita itu merupaka istri dari hasil poligami. Karena, belum ada aturan yang jelas terkait hak asuh anak itu maka yang digunakan adalah aturan yang lama yakni tetap menggunakan anak dari garis sang ibu.
"Intinya hasil uji materi di MK itu perlu tindaklanju, entah itu berupa PP atau yang lain. Untuk mengatuk Juklak/Juknis di lapangan," tukasnya.
==================================================================
sumber : www.okezone.com-(ful)
--
admin : indaka---
diterbitkan oleh : www.rizky catatanku.com--
senin-12-maret-2012
==================================================================